Antara Jawaban Ya dan Tidak: Renungan Hari Minggu Biasa XXVI, Edisi Minggu, 27 September 2020
*Oleh Br. Vinsensius Polli, SVD
Bacaan I: Yeheskiel 18:25-28
Bacaan
II: Filipi 2:1-11
Bacaan
Injil: Matius 21:28-31
Ilustrasi/ foto Vinsen Polli |
Saudara-saudari yang terkasih dalam
Kristus,
Dalam
kehidupan sehari-hari di lingkungan keluarga dan masyarakat tentu saja kita
menjumpai orang-orang disekitar sebagai ayah atau ibu, sebagai guru atau
pimpinan dan kita sebagai anak, peserta didik ataupun sebagai bawahan. Dalam
situasi ini interaksi kita di lingkungan sosial dengan status sebagai anak dan
ayah atau ibu, peserta didik dan guru, bawahan dan pimpinan, kapan dan dimana saja tentu kita
diminta untuk melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang mesti diselesaikan.
Seperti apakah jawaban kita ketika mendengarkan perintah atau mendapatkan tugas
yang mesti diselesaikan. Apakah kita dengan semangat langsung menjawab “Ya” ataukah berdiam dan
merenung lalu menjawab “Tidak”?
Saudara-saudari yang terkasih dalam
Kristus,
Bacaan
Injjil hari ini dalam Matius 21:28-31 perumpaan tentang dua orang anak
melukiskan tentang interaksi yang terjadi antara seorang ayah dan kedua orang
anaknya; sulung dan anak yang kedua. Pada saat sang ayah meminta si sulung
untuk pergi bekerja di ladang ia langsung menjawab “Ya”, namun ia tidak pergi.
Sedang anak kedua ketika diminta sang ayah ia menjawab “Tidak”, namun akhirnya
iapun pergi dan bekerja. Ketika Yesus bertanya kepada orang banyak siapakah
melakukan pekerjaan sang ayah, orang banyak menjawab anak yang terakhir.
Saudara-saudari yang terkasih dalam
Kristus,
Kisah perumpamaan tentang dua orang anak dalam bacaan injil hari ini, sesungguhnya mau menarasikan kenyataan hidup dan mentalitas manusia di zaman ini. Mentalitas manusia yang selalu bercitra diri sebagai pribadi yang patuh, penurut dan mungkin sok rajin, namun seringkali jawaban “Ya” hanya sekadar jawaban kosong tanpa tindakan. Maka tidak heranlah kalau seringkali orang memberi cap pada tipe orang-orang seperti si sulung dengan istilah ABS (Asal Bapak Senang). Hal yang paling mendasar dari tipe orang-orang seperti ini adalah ingin disukai dan mau diperhatikan lebih dari yang lain. Pingin dimanja! Sadar atau tidak seringkali kita melakonkan cara hidup seperti yang dihidupi oleh si sulung dalam bacaan injil hari ini. Kita menjawab “Ya” hanya untuk menyenangkan ayah atau ibu kita, guru ataupun pimpinan kita, namun secara tidak langsung kita mau menyatakan bahwa kita tidak mau bekerja.
Berbeda dengan anak kedua dan ia menjawab “Tidak”. namun ia kemudian melakukan perintah ayahnya. Menyandang status sebagai anak, peserta didik atau bawahan ketika berhadapan dengan perintah untuk melakukan tugas, mestinya kita bermenung sebelum menjawab. Karena, pada saat bermenung orang dapat bertanya diri “mampukah saya melakukan pekerjaan yang diberikan?”. Bila tidak mampu sebaiknya menyatakan dengan terus kepada orang tua, guru ataupun pimpinan kita. Jangan sok patuh, sok rajin padahal sukanya pingin dimanja. Saya sangat yakin bahwa, berhadapan dengan perintah seperti ini, ketika menjawab tidak tentu tidak akan nyaman. Dalam situasi inilah penyesalan hadir dan orang kembali mempertimbangkan lagi jawabannya. Kemudian membangun komitmen dan optimisme dalam diri bahwa ia dapat melakukan pekerjaan yang diberikan sesuai dengan kemampuannya.
Saudara-saudari yang terkasih dalam
Kristus,
Sikap
si bungsu mesti mengugah kita sekalian untuk menyadari keberadaan diri dalam
hidup dan karya di mana saja kita berada, karena bagi Yesus adalah lebih baik
bersikap sebagai orang yang berdosa dan seolah-olah menolak perintah, tetapi
akhirnya menyesal dan bertobat daripada bersikap patuh, seolah-olah mematuhi
perintah, tetapi tidak menyesal dan tetap berdosa. Orang yang hatinya penuh
penyesalan benar-benar melakukan perintah seperti anak kedua dalam perumpaan
dua orang anak, merekalah yang akan mendahului masuk Kerajaan Sorga.*** (Biarawan
Serikat Sabda Allah, Tinggal di BBG Kupang)
Post a Comment