Puisi-Puisi Tak Bernama


Di bawah kaki bulan,
Saat senja sedang tiarap
di ufuk barat
Rambutnya nyaris terurai
Menyapu rindu datangnya damai

Ia ceritakan ulah mentari
membelai tangis dan selalu mekar
di bulan ke tiga belas dan bulan madu
Nikmatnya bulan-bulan ini
Bulan-bulan ini sungguh nikmat

Ia menanti datangnya tahun hijriah
Waktu init terlalu tua
hingga ia selalu menyisir rambut ubannya
dengan pilu
                                                Maret 2018


(Foto VP/Pantai Wini)

Lirik senyummu
kian membuncah tanpa petuah
Tawamu mencekam suaka
Merambah pada pojok tengik
Berbau kusam

Sampah-baliho meraung sepi
Menakar simpatik pada simpan jalan
pilkada berbau kusam tercium
menanti gaungmu
negeri tertinggal selalu
                                                Maret 2018

Tak tahu
kapan waktunya
Kata 'dusta' itu keluar dari mulut
Kemarin, dan hari ini usai pilkada
Aku masih bungkam
Tentang kata mulutku kala itu
tentang kebohongan yang terucap
'dengan sengaja'
Saat senja dan nyanyian gerimis
tumpah lagi di matamu
Rindu hadir dan mencekam sunyi
Kemarin aku berpikir untuk segera menghapus
dusta itu,
namun langkahku terlanjur menyeret debu pada
jalan simpang
                                                            Maret 2018


No comments