Utusan dan Tuan Rumah: Renungan Harian PW St. Padre Pio, Edisi Rabu, 23 September 2020
*Oleh P. Steph Tupeng Witin, SVD
Bacaan I: Amsal 30:5-9
Bacaan Injil: Lukas 9:1-6
Ilustrasi/foto doc. pribadi |
Setelah beberapa waktu mendidik kedua belas murid-Nya, Yesus lalu mengutus mereka untuk memberitakan Kerajaan Allah dan untuk menyembuhkan orang. Dalam sabda perutusan-Nya, Yesus tegas berpesan, "Jangan membawa apa-apa dalam perjalanan, jangan membawa tongkat atau bekal, roti atau uang, atau dua helai baju" (Luk 9:3).
Pesan ini rasanya tidak masuk akal. Mungkinkah orang bepergian berhari-hari bahkan berbulan-bulan tanpa membawa baju ganti? Wilayah Palestina panas dan berdebu. Para murid pasti berjalan kaki, karena belum ada bus ber-AC seperti yang sekarang menghantar para peziarah di Tanah Suci.
Kalau tidak boleh membawa bekal, roti atau uang, lalu nanti saat lapar dan dahaga? Apa yang harus dimakan dan diminum? Bila tidak membawa uang, mau bayar pakai apa saat mampir dan minum kopi di warkop?
Namun pesan larangan Yesus ini bisa dipahami, jika kita perhatikan kata-kata Yesus berikutnya: "Dan apabila kamu sudah diterima dalam suatu rumah, tinggallah di situ sampai kamu berangkat dari situ" (Luk 9:4). Ternyata Yesus mengarahkan para murid untuk singgah dan menginap di rumah orang. Dia tentu akan mengetuk hati siapa saja yang mempunyai rumah di mana para murid mampir dan bermalam, agar menjamin para murid; memberi makan dan minum kepada mereka. Yesus pasti (akan) mengetuk hati si empunya rumah, agar memberi tumpangan dan memenuhi kebutuhan para murid.
Dengan begitu, pesan perutusan Yesus memang terarah kepada para murid. Bahwa mereka diwanti-wanti jangan membawa apa pun, agar fokus pada tugas. Para murid tak usah terpecah konsentrasi karena harus memikirkan soal makan dan minum, pun segala tetek bengek lain. Pikiran dan hati harus terpusat dan tercurah hanya untuk tugas pekabaran Kerajaan Allah.
Tetapi di balik itu juga terkandung pesan kepada siapa saja, agar memberi perhatian, hati dan menjadi tuan rumah yang baik bagi para murid yang diutus Yesus. Siapa pun digugah untuk membuka rumahnya bagi para murid; menjadikan rumahnya sebagai "rest area", tempat para murid bisa mengaso dan berganti pakaian, makan dan minum, beristirahat dan melepas lelah.
Untuk zaman now, rasanya pesan perutusan Yesus bagi kami para pastor kiranya mesti ditafsir secara lain. Soalnya makanan, minuman, pakaian diberi gratis oleh umat. Terkadang yang diberi beragam jenis, berjumlah banyak dan berkualitas. Kami sendiri akhirnya bingung sendiri bagaimana menggunakannya. Tak memakai apa yang diberi, nanti ditanyakan dan dianggap tak menghargai.
Pintu rumah pun terbuka lebar. Bahkan ajakan, undangan untuk mampir dan makan bersama cukup sering disampaikan umat. Tak bisa di rumah, bisa menikmati hidangan sea food di restaurant pinggir pantai yang indah. Kayaknya sangat sulit menemukan orang yang tidak mau menerima pastornya. Yang terjadi adalah para pastor-lah yang sering tidak mau mampir, atau pilih-pilih untuk mampir, atau membatasi diri untuk mampir.
Maka, pesan Yesus justru lebih bermakna, bahwa sebagai murid utusan, kami harus sederhana dan bersahaja. Cukupkan diri dengan apa yang perlu dan penting digunakan untuk tugas pewartaan. Selebihnya, adalah bijak dan baik memberikan atau membagikannya kepada orang lain, yang berkekurangan, miskin dan menderita.
Dan, pesan yang paling pokok dan penting adalah siapa pun yang diutus, hendaknya fokus pada tugas perutusan: memberitakan Kerajaan Allah dan menyembuhkan orang. Tenaga atau kekuatan dan kuasa yang diberikan itu tidak lain adalah untuk tugas perutusan. Segala tenaga dan kuasa yang dimiliki mesti dikerahkan dan dicurahkan untuk menguasai setan-setan dan menyembuhkan penyakit-penyakit (Mat 9:1-2).
Bagi kita yang lain, Sang Guru rupanya mengetuk hati untuk mendukung utusan agar fokus dan menjalankan tugasnya dengan baik.***(Penulis Imam Serikat Sabda Allah, Tinggal di Biara Soverdi Bukit Waikomo, Lembata)
Tonton Juga Video Dramatisasi Teks Injil Matius 25:31-45 oleh Mahasiswa dan mahasiswi Prodi Pendidikan Kimia Unwira
Post a Comment