Hidupnya Bisa Jadi Cermin (Homili P. Baltasar Erminol Manehat)

 Homili ini dibawakan dalam misa pembaharuan kaul Frater dan Bruder Student Provinsi SVD Timor, Sabtu 15 Agustus 2020, bertempat di Kapela Biara Bruder Beato Gregorius Kupang

Bacaan I: Wahyu, 11:19a;12:1.3-6a,10ab

Bacaan II: 1Korintus 15:20-26

Bacaan Injil: Lukas 1:39-56

Baharui Kaul:  Upacara Pembaharuan Kaul Frater dan Bruder Student Provinsi SVD Timor, Sabtu 15 Agustus 2020, bertempat di Kapela Biara Bruder Beato Gregorius Kupang/ Foto Br. Kris Sembiring, SVD
 

 Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus,

Anda pasti sudah kelihatan sangat rapih atau mungkin juga anda masih kurang puas dengan tampilan anda saat ini, kembalilah ke cermin dan tatalah diri anda serapih mungkin. Sudah menjadi satu kebiasaan  sebuah kaca pemantul dalam sehari. Hitunglah berapa banyak waktu yang kita habiskan di depan sebuah kaca pemantul dalam sehari. Setiap kita ingin terlihar rapih. Begitunya pentingnya kerapihan dan penampilan sehingga masing-masing kita memiliki cermin dalam bentuk aneka bentuk dan ukuran. Bahkan demi kerapihan dan penampilan, kita coba bercermin pada setiap benda yang mampu memantulkan diri kita bahkan pada genangan air. Cermin, dihadapannya kita dapat melihat siapa kita sebenarnya, kita bisa juga kelihatan tidak seperti biasanya. Mungkin benar, manusia adalah makhlu yang selalu menampilkan diri tetapi di saat yang sama coba menyembunyikan keasliannya dalam penampilannya itu. Pernahkah kita berpikir bahwa kerapihan lahiriah perlu diimbangi dengan kerapihan batiniah? Pernahkah kebiasaan bercermin pada sepotong kaca menghantar kita untuk bercermin pada hidup sesama, kebaikan, keterbukaan, kejujuran dan perhatian mereka?

 Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus,

Hari ini kita merayakan pesta Santa Maria Diangkat ke Surga. Perlu kita catat bahwa perayaan ini bukan untuk menambah kehormatan Maria, tetapi lebih bermanfaat bagi kita yang merayakannya agar kita bisa mengalami apa yang dialaminya. Karena itu, hari ini pertanyaan yang mesti kita ajukan bukannya bagaimana Maria Diangkat ke Surga, tetapi mengapa Maria diistimewakan? Yang kita tahu Maria seorang wanita sama seperti wanita-wanita lain, seorang gadis seperti jutaan gadis lain, seorang ibu diantara sekian ibu yang pernah kita jumpai dalam keseharian kita, tetapi mengapa dia sampai punya tempat istimewa di hadapan Tuhan dan manusia?

Pertanyaan ini mestinya menyadarkan kita bahwa ada satu perjuangan di sana, untuk sampai bisa mengalami apa yang dialami. Dan mungkin dengan mengetahui sejarah perjuangannya, kitapun bisa mengalami apa yang dialaminya. Cara dia memberi arti bagi hidupnya yang membuat dia berbeda dari kita. Dia seorang wanita yang memiliki sikap keibuan dan seorang ibu yang punya rasa seorang wanita. Dia lain karena banyak wanita yang telah kehilangan keibuannya dan banyak ibu yang tidak memiliki rasa seorang wanita. Dia seorang manusia yang sangat manusiawi, keterpilihannya tidak membuat dia lupa diri dari mana dia berasal, dia tetap membangun relasi dengan orang-orang kecil, posisinya tidak menjadi alasan untuk menjauhkan diri dari mereka. Begitu sering predikat kita menjadi penyebab melebarnya jurang pemisah antara kita.

Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus,

Saat kita menduduki posisi tertentu kita lupa dari mana kita berasal, lalu kita berbalik menjadi linta penghisap darah dan hidup sesama. Dalam kesederhanaanya Maria tampil sebagai sumber kegembiraan bagi Elisabet bahkan anak yang ada dalam rahimnya. Kita tidak sama dengan Maria karena di mana kita hadir di sana sesama kehilangan kegembiraan, suasana pesta berubah menjadi sidang duka. Maria adalah contoh bagi yang percaya bukan hanya dalam kata tetapi dalam hidup, dia berbeda dari kita karena kata dan hidup kita sering tidak sejalan. Dia adalah duta bagi mereka tahu bersyukur bahwa hidup mereka dalah anugerah yang mesti disyukuri, kebaikan yang mesti dibagi, lagu yang mesti dinyanyikan. Hal ini nampak dalam nyanyian pujiannya. Kita bisa mengalami apa yang dialaminya, bila kita mau menjadikan hidupnya sebagai hidup kita.

Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus,

Kebiasaan bercermin pada sepotong kaca mesti membantu kita untuk bercermin pada hidup sesama, kerapihan lahiriah kita imbangi dengan kerapihan batiniah sehingga kita tidak terlihat seperti kubur yang berlabur putih. Bunda Maria adalah bunda kita. Doa mohon bantuannya sudah menjadi bagian keseharian kita, tetapi apakah kita sudah menjadi satu untaian rosario yang hidup masih terus dipertanyakan; hati dan hidup sang bunda belum menjadi hati dan hidup kita. Perayaan ini sebentar lagi akan terus bergaung dalam setiap derap langkah yang kita pahatkan. Bila anda bercermin, ingatlah bahwa kerapihan lahiriah mesti diimbangi dengan kerapihan batiniah, doa rosario kita mesti menjadi untaian rosario yang hidup, karena hati dan hidup bunda Maria perlahan-lahan menjadi hati dan hidup kita. (Penulis Tinggal di Biara Soverdi Oebufu, Kupang

No comments