Arti Kegagalan: Renungan Harian, Edisi Sabtu, 19 September 2020
*Oleh P. Steph Tupeng Witin, SVD
Bacaan I: 1Korintus 15:35-37,42-49
Bacaan Injil: Lukas 9:4-15
Ilustrasi/Foto Vinsen Polli |
Ada salah satu hal yang mengherankan, tak terduga dalam perumpamaan tentang penabur dari Yesus hari ini. Bahwa awal dari penaburan benih itu begitu kecil, begitu rentan terhadap kegagalan, bahkan begitu jelas gagal total; tetapi pada akhirnya hasil begitu pasti, berlipat ganda.
Tiga perempat dari benih yang ditaburkan percuma, mati, gagal. Seperempat pertama, diinjak orang dan burung-burung di udara memakannya sampai habis. Seperempat kedua, menjadi kering karena tidak mendapat air. Seperempat ketiga, dihimpit semak berduri hingga mati. Tetapi seperempat yang sisa membawa buah begitu berlimpah, mengagumkan.
Dengan ini bisa dilihat satu hukum yang berlaku di mana saja. Sukses berawal dari kegagalan. Sekalipun ada kegagalan, hasilnya selalu di luar dugaan. Perjuangan dan pengorbanan memang menjadi jaminan keberhasilan. Itu terbukti di mana-mana dan dibuktikan oleh banyak orang sukses. Try and error, terus dan terus, hingga berhasil.
Perumpamaan ini berisi ajaran Yesus tentang Kerajaan Sorga: Bahwa betapa pun ada tantangan dan kegagalan, selalu ada akhir yang berlimpah. Ya, karena di dalamnya ada daya kuasa Allah yang demikian besar dan dasyat. Rencana-Nya selalu mencapai tujuan. Tidak ada yang bisa menghalangi. Tak ada yang bisa membatalkan. Tak mungkin ada yang bisa menggagalkan.
Kisah perumpamaan ini kiranya memberi inspirasi bagi kita: kalau begitu sebagai murid Yesus, kita harus menjadi orang yang bersikap optimistis atas dasar kuasa Allah, bukan berdasarkan analisis manusiawi melulu. Kita harus melihat bahwa di balik kegagalan yang kelihatan, ada kepastian bahwa rahmat Allah selalu berjaya. Selalu ada hasil, tak percuma, atas sesuatu cara. Sejak penaburan, sejak perencanaan dan langkah awal program yang kita lakukan, Allah sudah beroperasi sekalipun tak selalu langsung kelihatan kasat mata.
Kegagalan pasti selalu ada. Tetapi kegagalan itu mengajarkan kita banyak hal. Setidaknya membuka mata hati kita bahwa kita belum sukses bukan karena Tuhan tidak bantu dan campur tangan, melainkan Ia memiliki waktu sendiri untuk memberikan kemulusan dan kesuksesan buat kita. Dan hal itu nyata berdasarkan keputusan-Nya, bukan berdasarkan keinginan, rencana dan kalkulasi kita. Kegagalan pun bisa mengajarkan kita, agar kita melihat segalanya dengan kacamata Tuhan; mengajar kita rendah hati; mendewasakan dan mematangkan diri kita. Kita bukanlah satu-satunya faktor penentu. Masih ada banyak faktor lain di luar jangkauan kita.
Dan terpenting ... kegagalan adalah bagian dari rahasia pertumbuhan. Kita teringat kata-kata Santo Paulus, "Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan. Baik yang menanam maupun yang menyiram adalah sama; dan masing-masing akan menerima upahnya sesuai dengan pekerjaannya sendiri. Karena kami adalah kawan sekerja Allah; kamu adalah ladang Allah, bangunan Allah" (1 Kor 3:6-9). Jadi, tugas dan bagian kita menanam dan menyiram, tapi pertumbuhan itu bagian Allah. Allah yang menentukan dan kita tidak boleh memaksa keinginan dan kemauan kita.
Olehnya, kalau kita punya rencana dan sudah mulai melakukannya dengan baik, kita tak boleh lupa minta agar Allah memberi pertumbuhannya hingga berhasil. Tapi kalau toh gagal juga, kegagalan mesti menggugah kita untuk mencari Allah yang lebih luas dari jangkauan pikiran dan keinginan kita. Kita harus merenungkan apa sebetulnya pikiran dan rencana Tuhan dengan kegagalan itu bagi diri kita.***(Penulis Imam Serikat Sabda Allah, Tinggal di Biara Soverdi Bukit Waikomo, Lembata)
Post a Comment