Berkeliling dan Berbuat Baik: Renungan Harian, Edisi Jumat 18 September 2020
*Oleh P. Steph Tupenng Witin, SVD
Bacaan I: 1Korintus: 15:12-20
Bacaan Injil: Lukas 8:1-3
Foto Vinsen Polli |
Yesus berjalan berkeliling dari kota ke kota, dari desa ke desa, dari kampung ke kampung. Tentu Ia berkeliling bukan untuk main sirkus, mengadakan pemutaran film layar tancap, promo single atau album terbaru, road show atau temu kader dalam rangka persiapan pilkada. Ia menjadi "guru yang berkeliling" untuk "memberitakan injil Kerajaan Allah". Itu jelas tersurat dalam kalimat awal perikop Lukas 8:1-3.
Injil atau euanggelion (Yunani) itu artinya "kabar baik". Apakah kabar gembira berkenaan hasil SWAB suami yang negatif? Atau, kabar yang menggembirakan lain yang biasa dialami dan sesuai harapan dalam hidup? Ternyata bukan! Kabar gembira yang dimaksud adalah kabar gembira tentang Kerajaan Allah di mana di dalamnya kita-kita hidup sebagai anak dan saudara tanpa rasa benci, tanpa ada persaingan, tanpa saling menjatuhkan. Kabar tentang Kerajaan Allah di mana di dalamnya tak ada yang berniat jahat dan menyebarkan roh jahat. Kabar bahwa Allah mencintai kita dan cinta-Nya total, pure dan tanpa reserve.
Injil atau kabar gembira itu tersedia dan diperuntukkan bagi semua manusia tanpa kecuali. Berita baik itu harus dikumandangkan untuk didengar semua orang. Karena itu, Yesus harus berkeliling, berkelana, mengembara dari satu tempat ke tempat yang lain. Berpindah-pindah, mendaki gunung dan menuruni lembah. Kepanasan dan kedinginan. Sering kali capai sekali. Keringat bercucuran, haus, dan mungkin malah lapar. Apalagi bisa dibayangkan di Palestina tempo itu tentu tak ada kedai atau warkop, sehingga Yesus dan para murid-Nya bisa mampir sejenak untuk rehat dan menikmati kopi tubruk hitam.
Meski lelah, Ia tetap bersemangat dan terus berkeliling dan berkarya. Demi siapa? Demi manusia yang hendak diselamatkan-Nya. Keselamatan manusia jauh lebih penting daripada kelelahan pribadi.
Alangkah beruntung para murid. Setiap hari, saat demi saat, dalam hidup sehari-hari yang berat dan meletihkan untuk menyampaikan kabar baik itu, mereka sempat mengamat-amati Yesus. Mereka sempat menyaksikan pekerjaan-Nya secara nyata. Mereka sempat menyaksikan reaksi orang atas pemberitaan Yesus. Mereka sempat memperhatikan reaksi Yesus sendiri terhadap orang-orang. Mereka sempat menikmati kehangatan cinta Yesus kepada orang-orang.
Saya pun mau memantapkan tekadku bahwa tiap perjalananku merupakan perjalanan bersama Tuhan, perjalanan pemberitaan kabar baik: kunjunganku terhadap umat dari stasi ke stasi; visite-ku terhadap pasien dari kamar ke kamar; perjumpaanku dengan nasabah dan rekanan; kehadiran dan kebersamaanku dalam hajatan demi hajatan; perjalananku membawa penumpang dari satu alamat ke alamat yang lain. Saya mesti cerah ceria, tersenyum dan berbagi senyuman. Senyuman itu sebuah kabar baik. Senyuman dapat menciptakan kebahagiaan sekitar. Kegelisahan dapat ditenangkan; yang berkecil hati dapat terteguhkan.
Bila di kemudian hari saya merasa lelah, letih, bosan, saya coba belajar bagaimana bertahan dan mendapatkan kekuatan. Kalau tanggapan negatif yang saya hadapi dan terima, saya berusaha bereaksi seperti Tuhan. Saya 'kan mencoba terus berbagi kehangatan cinta Tuhan. Karena sesungguhnya saya hanya berkeliling dan berbuat baik. Itulah yang pasti menguatkan saya.***(Penulis Imam Serikat Sabda Allah, Tinggal di Biara Soverdi Bukit Waikomo, Lembata)
Post a Comment