Mengasihi Musuh?: Renungan Harian Kamis, Edisi, 10 September 2020
*P. Steph Tupeng Witin, SVD
Bacaan
I: 1Korintus: 8:1b-7,11-13
Bacaan
Injil: Lukas 6:27-38
Ilustrasi Foto Vinsen Polli |
Dalam dunia
tinju atau Ultimate Fighting Championship
(UFC), seorang pelatih sering tak hanya melatih fisik dan teknik atletnya untuk
mengalahkan lawan atau "musuh", tapi juga menajamkan naluri atletnya
untuk membunuh dan menghabisi lawannya. Prinsip dasar yang dipegang,
"menghabisi atau dihabisi".
Secara normal,
rasa tidak suka, benci terhadap musuh secara naluriah ada dalam diri manusia.
Sebaliknya rasa sayang dan kasih selalu muncul dan terarah kepada saudara
sendiri, teman, sahabat, sekutu. Dengan begitu, sangat wajar dan biasa, orang
akan mengasihi ayah dan ibunya, abang dan adiknya, teman dan sahabatnya, atau
orang yang dikasihinya. Wajar pula dan tak dipermasalahkan bila ada orang yang
menunjukkan rasa tak sukanya kepada musuhnya, apalagi musuh yang telah
melecehkan dan menyakitinya.
Namun Yesus
rupanya tidak hanya menginginkan hal yang biasa dari siapa pun yang menjadi
murid-Nya. Ia justru menuntut hal yang luar biasa dilakukan murid-Nya. Dalam
konteks ini, yang luar biasa itu adalah mengasihi musuh. Ia bahkan memberi
perintah untuk melakukannya. Mengapa ?
Ada 2 (dua) alasan mendasar. Pertama, "Jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka" (Luk 6:32). Seorang murid harus lebih baik dari orang lain; harus melakukan hal yang lebih luar biasa dari yang dilakukan orang berdosa. Kedua, "Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati" (Luk 6:36). Bapa di surga itu murah hati kepada siapa pun. Bapa memberikan hujan bagi orang yang benar maupun yang tidak benar. Ia mengasihi mereka yang memberikan kegembiraan kepada-Nya, juga Ia tetap mengasihi mereka yang menyusahkan hati-Nya. Kasih Bapa itu tercurah bagi orang kudus maupun orang berdosa. Karakter Bapa yang murah hati seperti inilah yang harus ditiru dan diperlihatkan oleh anak-Nya.
Kalau begitu,
tidak perlu lagi bertanya dan mempersoalkan perintah Yesus untuk mengasihi
musuh. Kalau masih mau menjadi murid-Nya. Ya, kita mesti melaksanakan perintah
itu!
Memang tidaklah
sulit mengikuti dorongan hati untuk mengasihi orang yang dikasihi. Tidaklah
terlalu sulit juga untuk menjaga diri agar tidak melakukan sesuatu yang ingin
orang lain lakukan terhadap diri kita.
Tapi menunjukkan
kasih kepada orang yang pernah menyakiti, bukanlah perkara gampang. Kasih
seperti ini bukan melulu keluar dari hati, melainkan berasal dari dan merupakan
gerakan kehendak. Itu butuh inisiatif dan tekad baja untuk melakukannya.
Kehendak adalah
kemauan; keinginan kuat dan harapan yang keras. Pada umumnya, kehendak adalah
bidang pikiran yang saat disuruh memilih, dapat memilih keinginan dari berbagai
keputusan yang ada. Kehendak tak merujuk kepada keputusan tertentu, namun lebih
kepada mekanisme untuk memilih salah satu dari sejumlah keputusan.
Kita punya kehendak. Kita pun sudah sering bahkan terbiasa memaksakan kehendak agar orang menuruti kemauan kita. Maka, kali ini kita harus bisa memaksakan kehendak terhadap diri kita sendiri untuk mengasihi musuh, karena itulah kehendak Yesus. Hati manusia itu benar dan bahagia ketika ia mau melakukan kehendak Tuhan (St. Thomas Aquinas).***(Penulis Imam Serikat Sabda Allah, Tinggal di Biara Soverdi Bukit Waikomo, Lembata)
Post a Comment