Keuntungan dan Peringatan Serius: Renungan Harian, Edisi Rabu, 09 September 2020
*P. Steph Tupeng Witin, SVD
Bacaan I: 1Korintus 7:25-31
Bacaan
Injil:Lukas 6:20-26
Senyum bahagia anak-anak Boentuka, TTS di pinggir jalan Timor Raya/Foto Vinsen Polli |
Penginjil
Matius, Lukas pun mencatat ucapan bahagia Yesus. Tapi ada yang lebih menyolok
dalam versi ucapan bahagia versi Lukas, yakni sapaan "berbahagialah",
ternyata disusul dengan seruan "celakalah".
Terbaca jelas,
orang-orang yang disebut berbahagia oleh dunia, justru disebut orang-orang
bercelaka; sebaliknya orang-orang yang oleh dunia disebut orang-orang
berbahagia, Yesus sebut sebagai orang-orang celaka. Koq bisa begitu sih?
Kita perhatikan
catatan Lukas ini: "Berbahagialah orang-orang miskin, berbahagialah yang
sekarang ini lapar, berbahagialah yang dibenci, dikucilkan, ditolak karena Anak
Manusia, ... bersukacitalah sebab upahnya besar di sorga ... Tetapi celakalah
yang kaya, yang sekarang ini kenyang, yang sekarang ini tertawa, dan yang
dipuji orang".
Kata-kata Yesus
seperti ini sama seperti mengakhiri nilai-nilai yang dijunjung tinggi dunia.
Apa maksud Yesus
dengan perkataan-Nya itu? Mengapa menjadi kaya justru akan celaka? Apakah Yesus
melarang untuk menjadi kaya?
Tetapi
perhatikan dengan saksama perkataan Yesus ini, "... celakalah kamu, hai
kamu yang kaya, karena dalam kekayaanmu kamu telah memperoleh
penghiburanmu". Terungkap jelas bahwa orang yang kaya telah memperoleh
penghiburan.
Benar
kata Yesus bahwa dengan
menjadi kaya, orang bisa memperoleh apapun penghiburan dan menikmati kesenangan
apa pun yang ia inginkan di dunia ini. Bisa tinggal nyaman di rumah yang besar
dengan fasilitas yang bagus. Mau bepergian, kendaraan tersedia. Ingin berlibur,
tinggal memilih destinasi mana yang menyenangkan.
Tapi siapa pun
tahu bahwa semua itu ada batas waktu dan ruang. Selesai liburan, penghiburan
itu tinggallah kenangan dan hanya bisa kembali bernostalgia lewat foto-foto yang
tersimpan di memori handpone.
Olehnya, dengan
perkataan-Nya itu, rupanya Yesus ingin ingatkan bahwa apabila orang menaruh
hatinya dan mengerahkan tenaganya untuk mengumpulkan segala sesuatu yang di
mata dunia berharga, orang memang memperoleh penghiburan, kegembiraan di dunia.
Tetapi hanya itulah yang diperoleh. Tidak lebih dari itu.
Sebaliknya,
kalau orang menempatkan hatinya dan mengerahkan segenap kemampuannya untuk
setia kepada Tuhan, maka ia memang akan menghadapi berbagai-bagai kesulitan;
menurut ukuran duniawi memang tidak bahagia; tetapi upah dan keuntungan yang
akan ia terima justru sukacita yang abadi.
Dengan begitu,
Yesus sebenarnya memberikan pilihan. Apakah orang mau memilih fokus hanya pada
hal-hal yang membuat dia memperoleh penghiburan yang terbatas dan sebentar saja
di dunia, ataukah mau terarah dan mengarahkan diri untuk memperoleh sukacita
dan kegembiraan yang abadi? Memilih jalan untuk melulu memperoleh laba dan
keuntungan sekarang supaya bisa kaya dan kenyang sekarang saja; ataukah memilih
untuk juga memusatkan pikiran dan hati untuk memperoleh laba dan keuntungan
nanti, walau harus menderita dan berkorban?
Pilihan yang
diberikan oleh Yesus tidaklah mudah. Kadang kala kita memang harus menahan diri
dalam kehausan keinginan dan hobi untuk berlibur, karena harus merawat orang
sakit. Sering kita harus bertahan dalam kelaparan untuk tidak menikmati
hidangan kesukaan, agar bisa berbagi dengan orang lain. Namun, itulah pilihan yang
semestinya kita ambil kalau kita mau memperoleh laba dan keuntungan yang kekal.
Kita mau pilih yang mana?.
Tonton juga pelajar Paroki Santo Ambrosius Mombok, Keuskupan Ruteng menyanyikan lagu Tuhan Kasihanilah Kami-Dawan
Post a Comment