Meretas Langkah Sunyi Menuju Harapan Baru: Sebuah Refleksi di Penghujung Tahun 2020

*Renungan ini dibawakan pada malam renungan akhir tahun 2020 yang diselenggarakan Senat FKIP Unwira, Rabu malam 30 Desember 2020. Diolah lagi sesuai misi blog ini untuk diterbitkan.

Penulis Vinsen Naimnule/Editor: Vinsen Polli

Suasana malam renungan akhir tahun Senat FKIP Unwira/Foto screenshot zoom meeting 

Bagaimana pandangan kita sekalian akan tahun 2020 yang baru dan akan berlalu? Sebagian orang melihat tahun 2020 sebagai tahun yang indah penuh dan berkat lantaran selalu merasakan penyertaan Tuhan yang senantiasa melindungi, menjaga dan memberkati sepanjang ziarah hidup di tahun 2020 yang akan berakhir sebentar lagi. Dan sebagian orang merasakan sebaliknya. Pandangan yang lahir dari pengalaman pribadi tidak bisa disangkal. Ada yang berlalu tanpa alasan yang pasti, ada yang datang dengan sejuta harapan. Lebih daripada itu ada yang berlalu dan tak akan pernah lagi kembali, mungkin hanya akan dikenang.

Langkah-langkah sunyi yang telah dan sementara beralun, jangan kita maknai sebagai sesuatu yang tak bernilai ataupun sesuatu yang mungkin hanya menyita waktu hidup kita dan selesai. Setiap tindakan yang kita ambil pasti ada resikonya. Apapun itu, bersedialah untuk tetap tegak dan melewati prosesnya, sebab tidak ada sesuatu yang abadi di atas dunia. Jangan kwatir tentang hari esok, sebab sang pemilik waktu telah menyiapkan segala sesuatu hingga di ujung waktu.

Beberapa daerah di wilayah kita Nusa Tenggara Timur (NTT) baru saja menyelesaikan perhelatan politik. Dampak dari pesta demokrasi dengan gaung yang sangat kuat sangat memprihatinkan, banyak keluarga yang terpecah belah akibat perbedaan-perbedaan politik, Diperparah kondisi sosial dan ekonomi di negara ini tidak kunjung membaik. Tahun ini juga ada banyak bencana menimpa berbagai belahan dunia seperti halnya, letusan gunung api yang terjadi pada saudara-saudara kita di Ile Ape Kabupaten Lembata, pembunuhan dan masih banyak kejadian- kejadian yang mewarnai kehidupan negeri ini. Menyadari diri sebagai makluk sosial, kita tidak ingin melihat sesame saudara kita menderita, banyak hati yang tergerak untuk turut merasakan dari dekat dan banyak tangan tergerak untuk memberi. Ini sangat kuat pribadi manusia menampilkan eksistensi dirinya sebagai makluk sosial.

Kita mesti menyambut tahun yang baru ini dengan optimis, karena sang pemilik waktu selalu menjanjikan harapan baru pada setiap pagi. Beberapa jam lagi kita akan serentak menyambut datangnya tahun 2021 dan kita menanggalkan kalender tahun 2020. Namun ini bukan akhir dari segalanya, sebab hari- hari yang akan datang di tahun yang baru masih harus lalui dengan penuh komitmen yang kokoh dan perjuangan yang keras. Matahari masih bersinar dan angin masih akan berhembus dengan nada-nada harapan baru yang terus menyanyi di telinga kita masing-masing. Kita perlu berterima kasih dan mengucap syukur kepada sang waktu karena sampai penghujung tahun 2020 kita masih bangun, berjalan dan menikmati indahnya semesta dengan segala kefanaanya.

Pandemi covid-19 yang hadir di seantero jagat belum juga usai. Kecemasan menyelimuti jiwa kita, jangan-jangan hidup kita selesai disini, namun ingatlah bahwa kita tidak perlu menyusahkan diri kita dengan kecemasan-kecemasan yang membuat diri kita menjadi tak daya menjumpai peristiwa-peristiwa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Kita tidak perlu terikat akan hal itu, karena kita sebenarnya dapat melangkah maju bersama perpindahan sang waktu yang sudah berjanji untuk terus mengiring langkah hidup kita.

Hidup manusia memang diarusi oleh berbagai macam pertanyaan. Itulah kenyataan hidup. Tentang bagaimana nasib kita di hari mendatang? Bahkan tentang keyakinan dan iman juga dipersoalkan. Semua pertanyaan berangkat dari adanya rasa jauh dari ketidakpastian. Ada kebingungan yang mendera. Tak cuma ada pertanyaan yang lahir dan bergelora dalam diri sendiri yang terelakan. Semuanya jadi pertanyaan yang tak akan usai. Sampai kapanpun ada harapan bahwa nasib dan jalan hidup ini dalam keadaan 'baik-baik saja'. Itulah harapan seorang sahabat. Akan tetapi, sebaliknya, pertanyaan dari musuh atau para pembenci seringkali bertolak dari rasa bimbang. Ada keraguan yang ditempel oleh seribu pesimisme.

Pada titik sebaliknya kita merindukan kepastian tentang diri dan nasib hidup yang sedang ditapaki. Terasa amat nyaman saat sekian banyak penilaian mentakhtakan diri kita di singgasana kepastiaan. Dinilai sebagai orang yang paling tepat. Ya, diakui sebagai sosok paling pasti. Sekian banyak orang berselera sengit untuk menjadi pilihan, penjamin, dan penawar kepastian. Tetapi, mari nikmati diri dan ziarah hidup kita di dalam rupa-rupa pertanyaan dan kesangsian. Bahkan setiap hari, sang pemilik waktu selalu memberi pertanyaan untuk terus menggugat identitas, iman-keyakinan, orientasi hidup kita. Namun di balik pertanyaan sang waktu, selalu ada titik terang menggapai harapan dan kepastian yang hanya dapat terjadi di dalam waktu. Mari kita meretas jalan sunyi menuju harapan baru di tahun 2021. Senada dengan harapan sunyi ini bersama Santo Yohanes dari Salib kita berseru: Solo Dios basta, nada mas: hanya Tuhan, cukup; tiada yang lain.***(Vinsen Naimnule, Mahasiswa Prodi Bahasa Inggris FKIP Unwira)


No comments