TOPENG: Renungan Hari Biasa, Edisi Selasa, 25 Agustus 2020

*Oleh P. Steph Tupeng Witin, SVD

Bacaan I: 2 Tesalonika 2:1-3a.13b-17

Bacaan Injil: Matius :23:23-26

Ilustrasi Foto: Vinsen Polli

Topeng adalah penutup muka yang terbuat dari benda kayu, kertas, dsb. yang menyerupai orang, binatang, yang di pakai untuk menutup wajah. Biasanya topeng dipakai oleh penari untuk mengiringi musik kesenian daerah.

Saat memakai topeng, wajah tidak lagi mudah dikenali, karena yang tampak di depan adalah wajah dari topeng yang dipakainya. 

Topeng bersifat sementara, tidak dapat digunakan terus-menerus, dan harus dilepas. Sekalipun seseorang sudah memakai topeng, dirinya bukanlah pribadi dari topeng itu. Sesungguhnya, dia tetaplah pribadi di balik topeng.

Tak heran, topeng juga diartikan sebagai kedok yakni gaya, cara, modus untuk menutupi niat, maksud atau diri yang sebenarnya. "Jika ingin menilai seseorang, jangan nilai dia dari bagaimana dia berinteraksi dengan kita, karena itu bisa saja tertutup topeng. Tapi nilai dia dari bagaimana orang itu berinteraksi dengan orang-orang yang dia sayang".

Siapapun tak sulit membuat topeng atau membelinya di pasar. Banyak topeng yang dibuat dan dijual sebagai mainan anak-anak. Siapa pun mudah mengenakan topeng untuk menutupi dirinya yang sebenarnya. Tentang yang terakhir ini, kita punya salah satu peribahasa yang sudah cukup terkenal, "Serigala berbulu domba". Orang bisa berpura-pura baik untuk menutupi maksud jahatnya.

Kalau dalam budaya, topeng biasanya dipakai oleh penari untuk mengiringi musik kesenian daerah. Itu menjadi tontonan yang menarik, indah dan menghibur. Maka dalam pergaulan hidup, topeng kepura-puraan atau kemunafikan justru berkonotasi negatif, selalu berkaitan dengan kepalsuan.

Yesus tidak suka dengan orang yang mengenakan topeng dalam hidup. Hal ini Ia tunjukkan dalam kecaman-Nya yang sungguh keras, tanpa tedeng aling-alingan kepada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. "Celakalah kamu ... hai orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu : keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan. Celakalah kamu ..., sebab cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan" (Mat 23:23a.25).

Secara khusus Yesus menunjukkan ketidaksukaan terhadap sikap bertopeng dalam hal ini. Menunjukkan diri seolah begitu taat peraturan, disiplin; tapi sesungguhnya berlaku kasar, tak berbelas kasih, dan memperlakukan bawahan secara tak adil. Bernampilan saleh, alim, bersih, suci; tapi sebenarnya hidup penuh dengan keserakahan, kerakusan dan memperkaya diri dengan cara tidak halal. Menganggap diri sudah bersih, bahkan paling bersih, padahal selalu saja menganggap salah dan mempersalahkan orang lain untuk menutupi kesalahan diri.

Yesus sungguh menekankan agar siapa pun murid-Nya untuk menunjukkan dengan jelas dalam hidup adanya keserasian, keselarasan antara kesopanan, kesalehan, dengan perilaku adil dan berbelas kasih. Bagi Dia, kebersihan diri mesti diimbangi dengan kebersihan hati dan kemegahan hidup harus dibangun dengan cara yang benar. "Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan" (Mat 23:23b).

Kalau dalam pergaulan hidup kita mengalami ini : "Lebih baik dibenci orang, dari pada bermuka dua. Lebih baik tidak disukai karena menjadi diri sendiri, jujur dan apa adanya, dari pada dipuja tapi bermuka dua, munafik dan drama". Maka "lebih baik disukai Tuhan karena manis tutur kata dan berbaik hati, dari pada bertopeng agar dipuja puji orang, tapi nantinya dicerca Tuhan".*** (Penulis Imam Serikat Sabda Allah, Tinggal di Biara Soverdi Bukit Waikomo-Lembata)

No comments