Renungan Hari Minggu Pekan Biasa XV, Edisi Minggu, 12 Juli 2020
* Oleh Pater Steph Tupeng Witin,SVD
Bacaan I: Yesaya 55: 10-11
Bacaan II: Roma 8: 18-23
Bacaan Injil: Matius 13:1-23
Ilustrasi: Foto Vinsen Polli/Gereja Paroki St. Petrus Tarus,Kupang |
“Vestri autem beati oculi quia vident, et aures vestrae quia audiunt”- Mat 13: 16: (Tetapi berbahagialah matamu, karena melihat dan telingamu karena mendengar). Betapa hidup itu indah jika kita telah tiba pada satu pemahaman. Saat hati kita telah menjangkau dan menerima apapun yang sebenarnya mustahil.
Hidup dengan gerak iramanya memang mendebarkan. Sering menantang pula. Acapkali terdapat banyak hal yang sulit untuk dipahami dan amat menekan. Terkadang membuat manusia nyaris tanpa daya.
Tetapi apa kita harus menyerah? Ternyata tidak. Ada sabda Tuhan yang menyertai. Menuntun jalan-jalan hidup ini. Meneguhkan! Karena dalam cahaya Sabda Allah kita mencapai kebahagiaan yang tak terlukiskan. Walau dalam situasi yang paling dramatis sekalipun.
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus,
Benih Firman Allah bergerak menuju hati manusia. Sejatinya, betapa hati itu ‘murni, lurus, tulus’. Sayangnya, di sekitarnya ada sekian banyak hal yang menantang. Dilukiskan sebagai ‘tanah pinggir jalan, tanah yang tipis, matahari menyengat, semak duri’. Tidak semudah menerima (begitu saja) Sabda Tuhan, dan karenanya diperlukan kemampuan yang paten dan telak untuk membaca ‘tanda-tanda alam’ di sekitar yang menantang.
Syukurlah bila hati manusia yang baik ternyata ada dalam situasi yang baik dan memungkinkan Sabda itu bertumbuh. Tetapi sayangnya bila hati manusia yang terbuka itu sungguh dikitari oleh keadaan ‘tajamnya semak-semak duri, ganasnya alam burung-burung liar pinggir jalan, dan suasana panas yang melayukan’ hati yang baik.
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus,
Tugas menabur itu ya tetap menabur. Intinya adalah menjangkau hati manusia agar berubah jadi baik dan tetap menjaga yang baik. Entah dalam situasi apapun. ‘Baik atau tak baik waktunya, Sabda Tuhan itu tetap harus diwartakan.
Penabur yang baik dan yang tangguh tak pernah menyerah pada situasi tak menguntungkan dan menantang. Tetapi ia mesti hadapi situasi dengan keyakinan pribadi akan kebenaran Sabda Allah itu. Ia membingkainya dengan keteladanan yang meyakinkan, yang tak mudah untuk dihidupi!
Memang seringkali panggilan dan tugas untuk menabur menjadi sia-sia karena sang penabur sendiri justru bisa-bisa saja ‘memakan habis’ benih yang ditaburkannya dengan ‘iman yang tipis, dan kedangkalan dalam memberikan kesaksian’ yang meyakinkan. Tidak dimaksudkan bahwa para penabur Sabda dalam panggilan hidup apa saja segera ‘cuci tangan’. Untuk membiarkan Allah saja yang bekerja. Tidak!
Tetapi bahwa Gereja, kita semua sebagai penabur memiliki panggilan spiritual untuk menjalin relasi yang dalam dan kokoh dengan Yesus sendiri. Dialah Sabda yang menjelma; Sabda yang hidup dalam situasi yang konkrit. Sabda yang memberikan daya hidup. Maka seorang penabur pertama-tama mesti mencapai ‘kegembiraan’ dalam perjumpaan dengan Sang Sabda. Matanya itu sungguh telah melihat dan telinganya benar-benar telah mendengar Sabda. Tak pernah ada orang ‘buta matanya dan tuli telinganya’ terhadap Sabda Allah, yang terpanggil dan merasa yakin akan karya pemberitaan Sabda Allah itu.
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus,
“Firman yang keluar dari mulut-Ku: ia tidak akan kembali dengan sia-sia, tetapi akan melaksanakan apa yang Ku-kehendaki, dan berhasil dalam apa yang Ku-suruhkan kepadanya’ (Yes 55: 11). Bahkan Tuhan akan memakai segala yang terbatas dan ‘tidak hebatnya diri kita’ untuk karya-Nya yang luar biasa tinggal saja kita punya kemampuan baik untuk tetap berjalan bersama-Nya. Amin (Penulis Imam Serikat Sabda Allah, Tinggal di Biara Soverdi Bukit Waikomo-Lembata).
Post a Comment