Norci Nomleni Ajak Kaum Muda Lestarikan Budaya




   Budaya itu unik dan menarik lantaran menggambarkan tentang adat istiadat (tradisi) masyarakat setempat secara turun temurun. Pengaruh modernisasi saat ini, budaya seakan luput dari perhatian kaum muda. Banyak kaum muda terlena dan terbawa arus zaman dengan gaya barat-baratan alias generasi zaman now. Lantas demikian dari sekian banyak kaum muda di wilayah NTT, masih adakah kaum muda yang terpanggil untuk melestarikan budaya daerahnya dengan kreativitas tertentu.


Norci Nomleni dalam balutan busana adat Timor (Dawan), foto Dok. pribadi.

      Norci Nomleni sosok gadis berdarah Timor tampak ayu berbalutkan busana Timor (Dawan) mengundang decak kagum para netters usai mengupload beberapa foto pribadinya di media sosial. Orang yang mencintai dan memahami budaya adalah orang yang menyadari dirinya sebagai makhluk berbudaya. Karena diketahui sedang mempromosikan busana adat Timor (Dawan) beberapa media online dan blogger serentak menulis tentang sosok Norci Nomleni. Warta Flobamorapun tidak ketinggalan, WF menghubungi dan meminta waktu untu mewawancara Norci Nomleni.
   Setelah menyelesaikan studinya di STAKN Kupang pada tahun 2016, Norci Nomleni memilih untuk kembali ke kampungan halamannya di Niki-Niki, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Pilihan dan kecintaannya untuk mempromosikan kain tenun Timor (dawan) karena Norci cukup prihatin dengan mental kaum muda saat ini yang sudah terjebak dalam arus modernisasi.
 Kata Norci ilmu pengetahuan pendidikan agama kristen (PAK) yang ia dapatkan dalam kulia mestinya ditrasformasikan di lapangan pekerjaan. Tetapi dirinya lebih terdorong untuk mengajak kamu muda di TTS untuk melestarikan budaya yang hampir punah. Proses pelestarian budaya dengan menciptakan pelbagai macam kreativitas dan edukasi bagi kaum muda, maka tingginya angka TKI dan TKW yang bekerja di luar negeri akan semakin berkurang.
 “Peradaban moderen itu sangat perlu, tetapi jangan sampai kehilangan jati diri (budaya sendiri dilupakan). Lebih baik hujan batu di negeri sendiri dari pada hujan emas di negeri orang,” tutur gadis kelahiran Niki-Niki, 18 Agustus 1993.
      Ketika kembali kampung halamannya di Niki-Niki Norci dibantu oleh kaka kandungnya Leta Nomleni untuk mendesain kain sarung dengan motifnya yang unik dan memikat. “Modifikasi tidak harus digunting dan merusak sarung atau selimut. Saya hanya buat dengan menjempit dengan kancing dan jarum.  Begitu juga dengan sarung jadi simple. Dengan aneka model kain tenun saat pengambilan gambar di beberapa tempat ternyata sangat memesona. Ketika diupload ke media sosial banyak orang yang suka,” kata Norci yang akrab disapa Ci.
   Kain tenun berupa sarung dimodifikasi dengan indah menjadi baju yang menarik yang dipakai pada saat ke Gereja atau menghadiri pesta atau sebuah perayaan besar. Selain memodifikasi kain tenun dalam bentuk baju, Norci juga piawai memodifikasi sepatu highheels, tas, topi dan sarung hp dengan balutan kain tenun motif Timor (Dawan). Kreativitas yang ditekuni oleh Norci mampu menginspirasi banyak kaum muda untuk mencintai budaya dengan mempromosikan tenun ikat motif Timor (Dawan). Hal itu tampak dari banyaknya pesanan dari modifikasi kain tenun dalam aneka macam busana yang dihasilkan oleh Norci.
   “Produk modifikasi kain tenun motif Timor dengan aneka model banyak yang suka. Saya juga mendapat apreseasi dari banyak orang baik secara langsung maupun melalui media sosial,” ungkap putri bungsu dari 10 bersaudara pasanagan Ayah Jermias Nomleni dan Maria Bees.
    Norci mengungkapkan bahwa kecintaannya akan budaya terinpirasi dari sang ayah Jermias Nomleni asal Boti, Kecamatan Kie yang masih sangat menjunjung tinggi nilai-nilai budaya di wilayah tersebut. Karena itu komitmennya untuk kembali ke kampung halamannya di Niki-Niki, setelah menyelesaikannya studinya STANK Kupang merupakan sebuah pilihan yang lahir dari hatinya sendiri. Norci menyampaikan bahwa dirinya ingin mengajak  masyarakat khusunya kaum muda untuk melestarikan budaya  dengan hal yang positif dan etis.
  “Boleh bergaya kekinian, tetapi style  dengan model yang etis. Etika berpakain dalam lingkungan masyarakat itu budaya yang sudah diajarkan sejak kecil. Sebagai kaum terpelajar kita mesti menyadari perilaku yang etis dan benar dalam masyarakat,” tutur Ci.
  Selain melakukan promosi dan menawarkan produk dari hasil kreativitasnya, Ci memotivasi kaum ibu pengrajin tenun ikat agar terus menenun. Menenun adalah budaya, karena itu jangan dibiarkan hilang mesti terus dilestarikan. Generasi muda sebagai generasi penerus bangsa mesti tahu tentang budaya. Budaya mesti melahirkan generasi muda yang kreatif dan mampu menciptakan aneka macam kerajinan dari kekayaan budaya yang bernilai ekonomis.
    Norci Nomleni mengharapkan agar dengan cara yang dilakonkannya jumlah TKI/TKW ilegal di NTT khususnya di TTS semakin berkurang.
 “Budaya akan tampak unik dan menarik bila tercipta aneka macam kreativitas. Saya sedih lihat banyak kaum muda yang tidak tahu tentang budaya,” ungkap Ci. (Oleh Vinsen Polli)***

No comments