Renungan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus (Oleh Pater Steph Tupeng Witin, SVD)

Bersatu dengan Kristus, Bersaudara dengan Semesta

Bacaan I: Ulangan 8:2-3.14b-16a

Bacaan II: 1Korintus 10:16-17

Bacaan Injil: Yohanes 6:51-58

Photo Ilust. from google

Yesus memakai banyak cara untuk menegaskan bagaimana mestinya para murid dan pendengar-Nya bersatu dengan diri-nya. Tujuan kebersatuan itu adalah "memperoleh hidup dalam dirimu, dan juga akan hidup selama-lamanya" (Yoh 6:53.58). Penulis Injil Yohanes menggambarkan identitas Yesus dalam  perbagai “rupa.” Yesus mengumpamakan diri-Nya sebagai sumber air hidup (Yoh 7:37), terang dunia (Yoh 8:12), gembala yang baik (Yoh 10:11), jalan kebenaran dan hidup (Yoh 14:6), pokok anggur (Yoh 15:1). Betapa agung dan terasa sejuk ketika membaca atau mendengar kata-kata Yesus: "Akulah….” Sebuah ajakan untuk menyatu dengan kesempurnaan diri-Nya. Kata-kata Yesus itu sungguh memberikan harapan.

Bacaan-bacaan suci Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus melukiskan Tuhan sebagai “makanan” hidup bagi kita yang beriman. Musa adalah perpanjangan tangan Tuhan yang mengenyangkan keletihan fisik Israel. Rasul Paulus lebih dalam menarasikan bahwa Tubuh dan Darah Kristus dalam Ekaristi adalah jalan untuk menyatukan semua orang. Yesus dalam Injil melukiskan Tubuh-nya sebagai makanan dan darahnya sebagai minuman kudus bagi jiwa. Manusia membutuhkan makanan dan minuman untuk bertahan hidup. Tubuh kita menuntut keharusan nutrisi jasmaniah. Tetapi bagi manusia beriman, ada hal “yang lebih dari sekadar makanan dan minuman fisik. Orang beriman tidak boleh sekadar hanya fokus mempertahankan hidup di atas dunia. Tetapi kita mesti bertanya tentang “seperti apakah daya hidup, bagaimana harus hidup dan akan ke mana muara akhir hidup ini?” 

Jika demikian, maka “hidup yang tak sekadar hidup ini” harus berurusan dengan “roti-daging-darah yang tidak biasa'. Dalam keseharian, kita menenun hidup ini melalui kisah-kisah nyata. Kita terlibat dalam berbagai pengalaman yang konkret. Ada pengalaman yang dapat kita maklumi tapi banyak perkara yang tak kita pahami. Ada rasa hati bahagia nan ceriah tetapi selalu ada pula banyak kisah yang membekaskan kecewa, putus asa serta sekian banyak luka. Kita butuhkan bekal dan kekuatan Ilahi untuk mengarungi lautan kehidupan ini.

           Maka kita menjadi yakin pada aspek relasi kita yang paling intim dengan Tuhan yang menjadi “asal dan tujuan kehidupan ini.” Kita tidak boleh larut dalam pekerjaan yang terbatas  menghasilkan makanan fana, meski itu penting. Kita mesti merindukan dan ingin bersatu dengan dan di dalam Dia yang adalah santapan jiwa kita. Tuhan menginsafkan kita dalam kiasan tentang Pokok Anggur: "Di luar Aku, kamu tidak dapat berbuat apa-apa" (Yoh 15:5).

“Firman itu telah menjadi daging dan diam di tengah kita" (Yoh 1:14). Firman itu adalah “sahabat karib di perjalanan hidup ini.” Seperti Yesus berjalan sambil menjelaskan “makna kehidupan ini” kepada para murid dan para pendengar-Nya, Ia pun setia menemani kita di tengah-tengah hidup ini.  Maka, menjalin persahabatan intim dengan Sabda Tuhan adalah tindakan spiritual "Makan daging-Nya dan minun darah-Nya." Kita diteguhkan dalam seluruh aspek kehidupan kita. Tuhan senantiasa berjalan bersama kita. Iblis tak mampu menjebak Yesus untuk mendasarkan hidup hanya pada “batu yang diubah menjadi roti.” Sebab “Ada tertulis, manusia hidup bukan dari roti saja tetapi dari setiap Firman yang keluar dari  mulut Allah” (Mat 4:4).

Pada Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus ini, satu pertanyaan bagi kita: “'Roti manakah yang sungguh “mendarah-daging?” Kita tentu harus menjawab dan membuktikannya dalam hari-hari hidup ini. Kita sanggup menghadapi kenyataan hidup seperti apa adanya. Kita sanggup merasa, berpikir, menilai, bersikap, bertindak dan melakukan sesuai kehendak  Tuhan dalam semangat Injil. Tentu, dalam khazanah iman, harapan dan kasih. Narasi Inkarnasi, Firman menjadi daging harus menjadi kenyataan dalam keseharian hidup. Sekurang-kurangnya, menjalin keakraban di dalam kebersamaan atau persekutuan apapun, dengan sesama serta alam lingkungan. Tubuh dan Darah Kristus mesti menggerakkan kita menjalin persaudaraan semesta. Inilah mukjizat dari Ekaristi: piala syukur yang kita syukuri merupakan persekutuan dengan darah Kristus. Roti yang kita bagi-bagi merupakan persekutuan dengan tubuh Kristus (1Kor 10:16).

Semoga Ekaristi Tubuh dan Darah Kristus mengubah hidup dan membarui komitmen kita agar menjadi saudara bagi semua orang dan alam semesta, terutama pada saat pandemi global Covid-19 ini. Santo Leo Agung mengingatkan kita: Saat menerima Tubuh dan Darah Kristus, kita akan diubah menjadi seperti yang kita terima.*** (Penulis Imam Serikat Sabda Allah, Tinggal di Biara Soverdi Waikomo, Lembata).

No comments